Bisnis Online Terhemat

 

pasang iklan

Kamis, 20 Januari 2011

Novel pendek = Tragedi selat Bali

Tragedi Selat Bali

PROLOG
Indonesia, sebuah negara bahari yang dibentuk oleh kepulauan-kepulauan yang beraneka ragam bentuk dan besarnya. Negara ini memang merupakan kesatuan dari pulau pulau kecil maupun besar mulai dari sabang hingga ke merauke. Negara yang kaya akan hasil buminya ini terbentang sepanjang sabang hingga merauke dan memiliki luas wilayah sebesar 1.919.440 km2. Pulau Jawa, yang letaknya cukup strategis dalam negara kesatuan ini, hanya mencakup 6 % dari luas keseluruhan negara Indonesia. Namun dalam pulau yang nampak kehijauan jika dilihat dari atas ini merupakan pusat dari kebanyakan aktivitas manusia yang berdiam di dalamnya. Di dalam pulau ini terdapat 6 provinsi termasuk satu daerah istimewa. Dalam pulau ini juga terdapat daerah ibukota Negara republik Indonesia yang bias dikatakan merupakan pusat pemerintahan negeri ini di mana segala segala anggota pejabat, menteri, presiden, jenderal besar dan sebagainya menjalankan aktivitasnya dalam memimpin negeri ini.
Sejauh ini tidak ada yang aneh dari Negara yang juga berjulukan negeri agraris ini. Selain beberapa masalah yang dihadapi negeri ini berupa koruptor-koruptor yang terus mengeruk uang rakyat, kerusuhan dan anarkisme akibat perbedaan ras dan agama, peradilan yang bisa dibeli, dan bermacam masalah lainnya sekilas tidak ada yang dikatakan masalah yang darurat melebihi masalah-masalah ‘biasa’ di atas. Namun dalam beberapa hari ini terjadi kegemparan dalam istana presiden, dimana peristiwa yang menggegerkan tersebut masih dirahasiakan dari khalayak umum.
Di suatu selat yang menghubungkan pulau jawa dan pulau bali terjadi bermacam-macam keanehan yang mengancam keamanan nasional. Hal ini bermula dari laporan petugas pelabuhan Gilimanuk yang terletak di ujung timur pulau jawa yang menyebutkan bahwa terjadi gangguan transmisi sinyal di antara laut tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan cuaca yang abnormal yang kadang-kadan g terjadi di selat tersebut, bahkan seorang petugas meteorologi kawasan tersebut menangkap gelombang elektromagnetik aneh dari badai salju yang pernah melanda selat tersebut sewaktu-waktu. Berlanjut lagi dengan menghilangnya hewan-hewan laut dari kawasan tersebut dengan radius 4 km hingga ke kawasan pelabuhan Gilimanuk dan pelabuhan ketapang di bali. Lalu hilangnya para nelayan-nelayan kawasan kedua pelabuhan tersebut tanpa rimba. Kapal-kapal penyelamat yang bertugas menyusuri selat untuk mencari nelayan yang hilang sekaligus meneliti keadaan di laut tersebut juga hilang tak diketahui jejaknya saat terjadi badai. Helikopter jenis amphibi yang juga menyusuri kawasan udara laut tersebut jatuh dan hancur berantakan di tengah laut karena mengalami gangnguan elektromagnetik yang merusak sistem operasi pesawat, dan sudah pasti pilotnya pun tidak diketahui telah selamat atau tidak. Lalu munculnya kabut setiap tengah malam yang setelah diteliti mengandung gelombang elekromagnetik paling kuat sehingga diduga merupakan pusat dari munculnya gelombang elektromagenetik di seluruh kawasan tersebut.
Sudah beberapa hari ini kedua pelabuhan yang mengelilingi laut tersebut ditutup dengan alasan keselamatan penumpang namun pihak pemerintah mencari alasan yang berbeda dari kenyataannya dengan harapan tidak menimbulkan kepanikan umum. Pemerintah mencoba untuk menutup-nutupi kejadian tersebut dari media, namun lama-kelamaan tataplah akan menimbulkan kecurigaan. Dan setelah kecurigaan masyarakat mencapai puncaknya, tiba-tiba pemerintah berinisiatif untuk membuka kembali pelabuhan tersebut.
Dua hari sebelum disetujuinya pembukaan kembali kedua pelabuhan ini, terjadi sidang darurat dalam istana presiden yang melibatkan pemimpin-pemimpin negara kesatuan tersebut. Kenapa pemerintah berani mengambil keputusan ini?
Dalam suasana rapat yang menegangkan tersebut membahas tentang langkah-langkah yang akan diambil guna mencari solusi untuk masalah tersebut.
“Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada presiden...” kata salah seorang pemimpin yang mengenakan jubah militer. “ Kita harus segera mengumumkan kondisi darurat perang kepada masyarakat tanpa mencoba untuk menyembunyikan lagi keanehan tersebut. Karena jika dilihat dari data-data yang ada dan berdasarkan pengamatan saya kemungkinan gangguan-gangguan yang terjadi di kawasan tersebut dilakukan oleh suatu negara yang mencoba untuk menjajah kita. Mereka mempunyai teknologi yang cukup canggih untuk menciptakan semua keanehan-keanehan tersebut. Mereka sengaja menghilangkan keberadaan orang-orang yang telah mengetahui tempat mereka dan bukan tidak mungkin mereka sedang menyiapkan suatu rencana yang lebih besar dan berbahaya bagi keamanan nasional negeri kita. Mereka...”
“Kita tidak bisa seenaknya menduga-duga dan mengambil keputusan dengan sembrono!” potong seorang yang ternyata adalah menteri luar negeri.
“Apalagi jika kita menyebarkan kebenaran tersebut, sangat mungkin akan terjadi kekacauan yang besar dalam masyarakat dan malah akan memudahkan bangsa asing untuk campur tangan dan kembali menjajah kita secara tidak langsung.”
“ Saya setuju” lanjut seorang yang duduk persis di samping menteri luar negeri. Pakaiannya yang kelihatan mahal dan dasi yang dikenakannya terlihat selaras dengan bentuk tubuhnya yang agak jangkung. Di meja depannya terbaca papan nama yang bertuliskan menteri pemberdayaan masyarakat.
“ Tidak diragukan lagi hal itu akan memperburuk keadaan kita dan memudahkan bangsa lain untuk menyusup ke dalam kekacauan itu.” Lanjutnya.
“ Tapi apa kita akan terus menyembunyikan hal ini kepada umum... sementara kecurigaan mereka sudah mencapai puncaknya. Bisa-bisa kita dianggap tidak becus memimpin negara ini” Kata kombes tersebut dengan suara yang agak keras.
“ Kan ada cara lain daripada kita menjalankan rencanamu yang berisiko besar itu!” sergah menteri luar negeri seketika.
“ Lalu apa kamu punya rencana yang lebih baik!!” sambut kombes dengan sedikit menantang.
“ Ya untuk itulah kita di sini mencari solusi yang paling baik, lebih baik daripada sekedar rencana yang berisiko seperti itu....” hardik menteri luar negeri juga tiba-tiba.
Brakkk.....
Seketika presiden memukul meja sebelum si kombes sembat membalas.
“ Kita di sini mencari solusi!! Bukan menambah masalah!!” kata presiden dengan keras dan berwibawa. “ Dan tolong untuk menjaga kesopanan selama sidang ini berlangsung!!!”
Kedua orang besar yang berseteru itupun saling meminta maaf.
“ Dan apakah ada rencana lain yang bisa kita pakai sebelum kita memakai satu-satunya rencana kombes?” Lanjut presiden singkat.
Ruanganpun dipenuhi suara bisik-bisik para pemimpin negara tersebut yang mencoba untuk mencari ide-ide yang tepat memecahkan masalah negerinya tersebut.
Tiba-tiba ruangan sidang dikejutkan dengan suara pintu yang dibuka oleh pengawal istana. Refleks para pemimpin negara tersebut menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang berani-beraninya mengganggu jalannya persidangan tersebut. Seorang utusan memakai kemeja putih yang bergaris terlihat masuk dengan beberapa lembar kertas yang tergenggam erat di tanggannya. Menuju ke tengah persidangan menghadap presiden dan berlaku seakan meminta izin kepada presiden untuk membacakan informasi yang dibawanya.
Presiden pun memberi anggukan tanda persetujuannya. Sejenak utusan yang bernama Yudha tersebut membetulkan letak kacamatanya yang turun dan mulai membacakan informasi pada secarik kertas yang didapatnya, dengan suara yang nyaring namun agak parau.
“Emh... Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...” katanya membuka suara. Seisi ruangan pun menjawab salamnya dengan tidak sabar.
“ Beberapa menit yang lalu, ada informasi yang di berikan oleh tim Tango yang meneliti dan mengawasi selat Bali dari pelabuhan Ketapang Bali. Mereka mengatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang selama ini menutupi kawasan tersebut dipastikan telah hilang sama sekali. Dan berangsur-angsur kawasan tersebut telah mulai ditinggali oleh hewan-hewan laut yang telah menghilang sebelumnya. Hal ini juga dikonfirmasikan oleh tim Bravo yang berada pada pelabuhan Gilimanuk Banyuwangi. Cuaca telah kembali normal dan kabut sudah tidak bemunculan kembali. Bisa dikatakan semua keanehan yang terjadi selama ini telah hilang. Dan hal ini telah berlangsung dari kemarin malam. Mereka sepakat bahwa selat tersebut telah terbebas sepenuhnya dari gelombang elektromagnetik.... Sekian informasi yang saya dapatkan.” Kata utusan sambil menunggu pertanyaan yang mungkin terbersit dalam benak para pemimpin negara tersebut.
Sang presidenpun mulai angkat bicara, “ Jadi berdasarkan informasi tersebut, apakah menurut mereka pelabuhan sudah bisa dibuka kembali?”
“ Kita harus memastikan dulu selama beberapa hari bahwa kawasan tersebut itu sudah benar-benar aman untuk dilalui.” Kata menteri dalam negeri sambil memegang-megang dagunya. Beberapa orang dalam ruangan tersebut mengangguk-ngangguk tanda setuju.
“ Kita tidak bisa menunggu beberapa hari untuk memastikannya karena kecurigaan masyarakat mungkin akan semakin besar jika kita terus menunda-nunda pembukaan kembali pelabuhan tanpa alasan yang cukup jelas” kata seseorang yang ternyata adalah menhankam.
“ Lalu apa saran anda? Mengingat kita juga tidak boleh sembarang memastikan keputusan yang juga mencakup keselamatan warga negara kita yang akan melalui kawasan tersebut kelak.” Tanya presiden agak lelah namun masih tetap tegas dan berwibawa.
“ Kita kirimkan kembali regu penyelamat melewati kawasan tersebut untuk menyisir sekaligus mencari korban-korban yang telah menghilang sebelumnya. Hal tersebut dilakukan selama kurun waktu 1x24 jam tanpa jeda. Kalau menurut saya bisa dimulai jam 3 dinihari nanti hingga 24 jam ke depan. Jika sudah dirasa telah betul-betul aman untuk dilalui selama waktu tersebut maka pelabuhan sudah bisa dibuka kembali untuk umum dengan catatan kawasan tersebut dijaga ketat selama satu bulan ke depan.” Kata menhankam cukup jelas.
Semua yang ada di ruangan terlihat mengangguk-angguk tanda setuju walaupun dirasa ide tersebut masih cukup riskan tapi mau bagaimana lagi, mungkin hanya inilah satu-satunya solusi yang tepat bagi segala permasalahan pelik yang menyangkut keanehan ini. Dan untung saja keanehan in segera menghilang sehingga solusi yang diberikan bisa lebih berguna.
“ Tuhan masih bersama kita...” kata presiden membuyarkan keheningan sidang.
Setelah itu, semua setuju untuk melaksanakan rencana dari menhankam tersebut. Setelah regu penyelamat yang terdiri dari beberapa skuadron menyisir kawsan tersebut selama waktu yang diberikan dan telah betul-betul dipastikan bahwa kawsan tersebut telah aman untuk dilalui. Dan dibukalah kembali dua pelabuhan yang mengapit selat tersebut dengan pengamanan yang super ketat selama satu bulan ke depan. Tentu saja korban-korban yang sebelumnya hilang dalm peristiwa aneh tersebut tidak dapat ditemukan kembali. Namun peristiwa tersebut masih masih tetap menjadi rahasia negara yang hanya beberapa orang pemerintahan saja yang tahu dan mereka bersumpah untuk tidak membocorkan hal tersebut kepada umum termasuk media. Para keluarga korban juga diberikan dispensasi oleh pemerintah untuk merahasiakan kehilangan anggota keluarganya dari umum.
Selama 3 bulan ke depan hal tersebut sudah mulai hampir dilupakan karena selama kurun tersebut sudah tidak terjadi lagi keanehan-keanehan yang terjadi seperti sebelumnya. Penjagaan yang awalnya super ketat pun telah ditarik kembali dan kawasan selat Bali telah masuk masa aman...
Sampai kembali terjadi peristiwa mengerikan tersebut yang telah melenyapkan bukan nelayan-nelayan seperti sebelumnya tetapi sebuah kapal feri KMP Bela Bangsa yang mengangkut kurang lebih 200 penumpang. Hal ini terjadi secara tiba-tiba pada 3 bulan 9 hari tepat setelah peristiwa yang sama terjadi. Peristiwa kali ini lebih menggemparkan dan juga telah menjadi buah bibir dan berita hangat di setiap media. Negara kembali dilanda kecemasan. Kedua pelabuhan pun kembali ditutup untuk yang kedua kalinya dengan alasan yang kali ini sudah tidak dapat disembunyikan lagi.
Mereka sama sekali tidak tahu bahwa kabut yang muncul dalam kawasan tersebut terhubung dengan sebuah dunia yang berbeda sama sekali dari dunia mereka...
-_-
CHAPTER I : RENCANA LIBURAN SERU
Tujuh hari sebelum tragedi...
Di salah satu sudut kota Malang Provinsi Jawa Timur yang tepatnya di salah satu perumahan elit di puncak bukit terdapat pemandangan yang menyejukkan. Malam hari yang biasanya memberikan nuansa ‘gunung salju’ di kawasan perumahan puncak bukit tersebut berubah menjadi cerah dan kali ini berganti dengan nuansa ‘padang rumput sabana’. Matahari bersinar terang, menyinari segala yang dapat disinarinya. Tidak terkecuali burung-burung kecil yang menari-nari riang di pucuk-pucuk kecil pepohonan, juga terhempas sinar mentari yang sesekali menyeruak masuk melalui celah-celah kecil dedaunan.
Dalam suasana yang memang mengenakkan untuk orang-orang yang hobi jalan-jalan pagi sehabis melaksanakan ibadah mereka. Dalam sebuah rumah yang terletak di tengah-tengah perumahan tersebut, terdapat seorang manusia yang mulai beranjak dewasa sedang melakukan aktivitas yang biasanya dia lakukan setiap pagi, melihat pemandangan kota pada pagi hari. Dadanya kembang kempis seraya menghirup udara di pagi itu. Tangannya yang agak kurus digerakkan sedikit-sedikit seolah ingin melakukan senam.
“ Saatnya melakukan hal yang baru hari ini.” Gumamnya sambil tersenyum.
Setelah menghabiskan sarapan paginya berupa roti bakar + susu coklat, dia pun cepat meluncur menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Kamarnya yang berantakan seperti kapal tenggelam (kalo kapal pecah masih mending), dirapikannya sesekali sambil mengambil beberapa barang yang akan diperlukannya saat kuliah nanti. Berangkatlah orang itu ditemani motornya yang sudah lama tidak dicuci (malas banget orang ini).
-_-
Kampusnya yang berada di tengah-tengah kota Malang merupakan tempat yang sangat strategis. Di sekeliling kampus terdapat fasilitas-fasilitas pendukung yang dijamin tidak akan membuat para mahasiswa di daerah tersebut bosan bukan kepalang. Bank, Mall, pasar, penjual-penjual makanan, warnet, dan sebagainya terdapat di sepanjang kawsan yang mengelilingi kampus tersebut. Maka tak jarang kampus tersebut menjadi tujuan para mahasiswa di kota untuk menjalankan masa belajarnya selama beberapa tahun.
Tidak terasa waktu berlalu hingga mahasiswa yang telah menempuh kuliah Farmakologinya telah berhamburan keluar dari salah satu ruangan. Beberapa mahasiswa menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan, beberapa langsung pulang menuju kosnya karena sudah tidak ada jadwal kuliah lagi, beberapa ada yang bergegas ke tempat peribadatan, dan beberapa ada yang masih duduk-duduk sambil nongkrong dan ngobrol-ngobrol masalah acara yang akan mereka lakukan dalam waktu dekat ini.
“Ntar jam 2 kita rapat yo..” kata salah seorang mahasiswa membuka pembicaraan. Pemuda ini bernama Andri, tubuhnya jangkung di antara teman-temannya yang lain. Rambutnya agak panjang dan cukup acak- acakan sehingga banyak teman-temannya yang selalu menyuruh dia untuk potong rambut. “Jangan sampe gak datang ya, soalnya sekalian kita briefing untuk program kita yang akan berlangsung hari senin depan.”
“Oke...” kata seorang mahasiswi yang berdiri tepat 45° di samping Andri. Namanya adalah Lin, tubuhnya bisa dikatakan kecil sehingga dia sering dibilang mirip anak kecil oleh teman-temannya, namun dia memiliki paras yang cantik didukung dengan kacamata yang menempel di wajahnya dan sikap yang ceria di antara teman-teman sebayanya. Kulitnya berwarna putih dan halus membuktikan bahwa dia pandai merawat dirinya sendiri.
“ Kamu ikut acara itukan go?” tanyanya kepada mahasiswa lain yang duduk persis di depan tempatnya berdiri. Pemuda yang dipanggil namanya tersebut langsung menoleh dan mengangguk tanda persetujuannya sembari kepalanya bergoyang-goyang kecil. Rupanya dia sedang mendengarkan mp3 di Ipodnya, terbukti juga dengan earphone yang menancap di salah satu telinganya.
“Terus jadinya siapa aja yang ikut acara itu dari kelas kita? Tanya Lin lagi kali ini kepada Andri.
“Aku, kamu, anak ini...” sambil menunjuk pemuda yang kepalanya masih bergoyang-goyang tersebut. “Steals, abang, Joes, Iklima sama Samid. Dari kelas yang lain ada Luz, Ihun, Zici, Anin, Lesi, sama Liani.” Lanjutnya.
“Eh... Emang Steals jadi ikutkah?” Tanya yugo yang akhirnya angkat bicara setelah dari tadi sibuk striping tidak jelas. “ Dia kan paling malas ikut acara-acara seperti ini.”
“ Gak tau tuh anak itu, tumben emang dia mau ikut acara ini, biasanya kalau masalah game dan having fun aja dia paling semangat.” Tegas Lin juga menambahkan. “ Tapi baguskan? Soalnya kita lengkap berlima deh.. hehehe..”
“Makan gak makan yang penting ngumpul ya...” kata Andri ikut menambahkan.
Dari arah tangga yang menuju lantai 2, muncullah pemuda yang sedang mereka perbincangkan itu dengan tangan yang sibuk mengatur-ngatur rambutnya agar menyerupai model rambut Versus, tokoh utama pria di Final Fantasy XIII. Dialah pemuda yang selalu melakukan aktivitas paginya dengan memandangi wajah kota Malang pada pagi hari dari salah satu rumah yang berada di puncak bukit itu. Warna kulitnya sawo matang, mengenakan kacamata, sering mengenakan jaket padahal udara tidak begitu dingin. Di antara teman-temannya dia saja yang memiliki sifat yang sering berubah-ubah. Namun hanya dia yang paling berjiwa besar dan bijak di antara mereka berlima sehingga cukup disegani juga apabila dia sudah mulai serius dalam suatu hal walau dia lebih banyak kocaknya daripada seriusnya.
Siapa yang dimaksud dengan mereka berlima itu? Mereka adalah Andri, Yugo, Steals, Lin, dan Hardi atau lebih sering dipanggil ‘abang’. Mereka berlima adalah kawan akrab yang telah mengikrarkan diri walaupun jarang terlihat bersama-sama, tapi mereka memiliki ikatan batin yang kuat di antara sesama. Mungkin sama halnya seperti geng-geng lain dalam kawasan kampus tersebut.
“ Panjang umur dia, baru aja dibicarakan.. Abang kemana?” kata Lin sambil menatap steals lekat-lekat.
“ Biasa lagi di Masjid... Kalo lagi dzikir emang khusyuk banget tu abang.” Jawab Steals masih sesekali mengatur rambutnya.
“ Bro.. Tumben kamu mau ikutan acara hari senin depan? Padahal gak ada angin gak ada hujan.. Salju aja gak kelihatan..” Tanya Yugo masih penasaran dengan keputusan temannya itu.
“ Aku sudah diberi uang sama orang tuaku, jadinya ya harus ikut. Lagipula kita akan liburan seru hehehe..” Jawab Steals sambil cengar cengir memamerkan giginya.
“ Liburan apaan, kita mau mengikuti seminar di Bali lho... “ Timpal Andri tiba-tiba.
“ Lha... Setelah ikut seminar, habis itu kita rekreasi ke Pantai Kuta.. Itulah yang kumaksud liburan..”
Plakk..
Serentak Andri pun memegang jidatnya dengan sangat keras hingga menimbulkan bunyi. “ Orang lain tujuannya ikut seminar biar dapat ilmu, tapi dia malah cuma ingin liburan ke pantai saja...” batinnya dalam hati.
“ Ya sudahlah... Ntar jangan lupa aja ikut briefing nya jam 2 siang nanti.” Lanjut Andri.
“Oke..” Jawab tiga yang lain serempak.
-_-
Lima hari sebelum Tragedi...
Di sebuah ruangan yang cukup bersih di sebuah gedung bertingkat, di dalamnya terdapat banyak peralatan-peralatan yang dilakukan untuk syuting film. Di sudut ruangan terdapat bunga lavender yang ditaruh di dalam vas berhiaskan bunga Bangkai. Di tengah-tengah ruangan terdapat terdapat sofa panjang yang di depannya juga terdapat meja kayu yang di tengahnya beralaskan kaca bening. Di tengah meja terdapat asbak dengan beberapa punting rokok yang sudah mati. Di samping asbak terdapat dua buah papan nama yang biasa dipakai para wartawan dalam meliput suatu berita. Di satu papan terdapat nama Sadie dengan jabatan yang bertuliskan cameramen dan yang satunya tertera nama Nabil dengan jabatan jurnalis namun juga terdapat foto seorang wanita cantik yang dari wajahnya dapat ditebak kalau umur wanita tersebut berkisar antara 22-25 tahun.
Ruangan itu tidak sepi seperti biasanya, di dalamnya terdengar suara 2 orang. Satunya bersuara agak berat yang menandakan itu adalah seorang pria dan yang satunya bersuara nyaring seperti perempuan. Terlihat jelas dari raut muka mereka kalau mereka sedang membicarakan hal yang serius.
“ .... Kita sudah mendapat izin untuk berangkat ke Bali dengan alasan untuk meliput pemilu di Bali.. Dengan ini kita dapat melaksanakan sesuai yang sudah kita rencanakan jauh hari sebelumnya.” Terdengar suara yang seperti perempuan tersebut.
“ Apa kamu yakin bos tidak tahu alasan kita yang sebenarnya memilih pulau Bali sebagai bahan liputan?” Tanya suara lainnya yang agak berat.
“ Aku yakin banget, 99,9998 % “ balas suara yang perempuan lagi.
“ Emang pakai shampoo penghilang ketombe!? Sampai pakai 99,9998% segala.”
“ Ya kamu juga pakai nanya yakin apa gak ke aku, ya pasti aku yakinlah..”
“ Ok... Kesempatan ini tidak bisa kita lewatkan, kita harus berhasil mengungkapkan misteri sesuai dengan informasi yang kita dapat dari si Tokek, informan kita.”
“ Ya.. Kita harus berhasil dan setelah itu memberi informasi akurat kepada masyarakat umum mengenai rahasia yang terjadi tiga bulan lalu. “
“ Tapi ngomoong-ngomong kapan kita berangkat ke tempat tersebut?”
“Lima hari lagi, tepatnya hari senin depan kita sudah dapat menyeberangi kawasan selat Bali melalui pelabuhan ...”
“ Bagus... Sebaiknya kita harus sudah mulai bersiap-siap, sedia payung sebelum hujan...”
-_-
Tiga hari sebelum Tragedi...
“ Sayang... Aku sudah dapat izin cuti dari kantor selama satu bulan.” Kata salah seorang pria sambil membetulkan letak dasi pada kemejanya di depan cermin. Pria setengah baya ini memakai kemeja batik khas Cirebon. Rambutnya telah tersisir rapi, mukanya yang berhiaskan kacamata bening menandakan dia telah siap untuk berangkat ke kantornya pagi ini.
“ Lalu? “ Tanya seseorang bersuara wanita yang terdengar dari arah dapur rumah mereka yang ternyata adalah istri pria yang berada di depan cermin tersebut.
“ Ya aku berpikir, mengapa kita tidak manfaatkan untuk melakukan bulan madu kedua kita. Lagipula Aku sudah pesan tiket untuk tempat second Honeymoon kita? “ jawab pria tadi agak sedikit merayu.
“ Benarkah... Dimana?” Tanya wanita yang langsung masuk ke kamar mereka tempat pria tadi bercermin. Rambutnya yang panjang terurai di samping bahu kanannya, celemek untuk masak bersandar di tubuhnya. Dia kelihatan cantik sekali dengan busananya saat itu, begitu pikir suaminya.
“ Di Bali.. “ Jawab pria tersebut pendek. “ Kita berangkat besok dari sini memakai angkutan darat setelah itu kita menyebrang ke pulau bali dengan feri sekitar tiga hari lagi. Mungkin hari senin atau selasa kita sudah berada di Bali.”
” Oh.. Aku cinta kamu sayang. “ balas wanita tersebut seraya memeluk suaminya. “ Mungkin sudah saatnya juga kita untuk punya anak ya.. di tiga tahun perkawinan kita ini.” Lanjutnya dengan mesra.
“ Iya sayang, aku juga cinta banget sama kamu, tapi maaf ya... mungkin akan lebih cepat jika aku pesan tiket pesawat terbang tapi lebih baik kita berhemat saja untuk anak kita nanti.”
“ Iya gak apa-apa kok sayang.. Aku mengerti.”
Dan mereka pun menuju ruang makan sambil bermesraan.
-_-
Satu hari sebelum tragedi...
“ Pakaian... sudah, alat mandi... sudah, cash HP... sudah, buku-buku... sudah, rubric... sudah, alat-alat rias... sudah, uang... harus, niat... pasti. Oke... Lengkap... “ gumam Steals di dalam kamarnya seraya menyiapkan barang-barangnya untuk acara yang dianggapnya liburan besok.
Seminar yang akan berlangsung di Bali tersebut diadakan pada hari Selasa, jadi mereka sepakat akan berangkat pada hari senin siang menggunakan bus pariwisata dan sampai di Bali pada selasa dini hari. Setelah itu mengikuti seminar pada hari selasanya, dan berekreasi pada hari rabunya. Rabu malam mereka sudah harus meninggalkan Bali dan balik ke habitat semula sesuai rencana yang telah disusun semula. Jumlah total peserta dari kampusnya sebanyak 14 orang, sementara sisanya adalah peserta dari kampus lain yang tujuannya juga sama-sama akan mengikuti seminar.
Dert.. Dert.. Dert..
Handphone milik Steals bergetar sambil mengeluarkan bunyi kicau burung menandakan ada message tertangkap gelombang handphonenya. Steals mengangkat handphonenya dan membaca pesan singkat dari Hardi.
Kamu ntar bawa pakaian ganti untuk berenang di pantai Kuta besok? Begitu pesan singkat yang tertulis.
“ Abang ini ngejek deh kayaknya, sudah tau aku tidak bisa berenang.” Omel steals berbicara sendiri. Dia membalas pesan singkat tersebut...
Ya bawalah.. buat berendam aja... Ngapain berenang? Habis-habiskan tenaga saja, mending habiskan uang buat belanja oleh-oleh ntar... Hahaha
“ Yaps.. Semua sudah siap, dan tinggal berangkat saja besok. Motor bisa dititip sama satpam di kampus. “ Gumamnya lagi sambil mengangguk-ngangguk.
“ Saatnya tidur... Ups, berdoa dulu.”
Dan diapun terlelap dalam tidurnya yang damai hanya dalam beberapa menit tanpa mengetahui kejadian mengerikan apa yang akan dia alami dalam perjalanan yang dia anggap liburan tersebut. Kejadian yang akan mengubah seluruh hidupnya dan mempertaruhkan hidupnya untuk kehidupan dunia lain.
-_-
CHAPTER II : AWAL
Pagi yang cerah, ditandai dengan desahan angin pagi yang menyibak tiap-tiap dedaunan pohon-pohon cemara yang berjajar di jalan-jalan perumahan. Belum sempat kicauan burung memenuhi angkasa, dunia pagi telah disibukkan terlebih dahulu dengan deru-deru motor yang memecah kesunyian pagi.
Di tengah lamunannnya yang tinggi, steals kerap menguap karena baru saja dia terbangun setengah jam yang lalu setelah melaksanakan kewajibannya tentunya. Ditatapnya jam dinding yang menempel di dinding sebelah barat kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi, tapi sudah banyak orang yang berlalu lalang mengerjakan pekerjaan yang bisa mereka kerjakan. Hari ini juga steals berniat untuk melakukan aktivitas paginya seperti biasa, namun tak urung dia masih terpikir tentang mimpi yang menderanya semalam.
Suatu mimpi yang cukup aneh menurutnya, karena di dalam mimpi itu dia berada di sebuah ruangan 3x3 meter berwarna putih seluruhnya tanpa terbersit sedikitpun warna lainnya selain warna dasar tersebut. Dia hanya terdiam di dalam ruangan tersebut tanpa melakukan gerakan apa-apa. Seketika muncul sesosok pria yang tampan di depannya. Baju pria tersebut juga serba putih sama seperti yang dikenakan oleh steals di dalam mimpi tersebut. Tubuh pria tampan tersebut seakan mengeluarkan cahaya, namun tidak cukup kuat untuk menyilaukan mata. Itulah hal pertama yang terbersit dalam pikiran steals tentang pria tampan tersebut.
“Malaikat...”
Tidak sempat steals mengajukan pertanyaan apa-apa, pria tampan yang di depannya langsung meletakkan tangan kirinya di atas kepala steals setelah itu kembali mengangkatnya dan menatap kembali tangan yang telah menyentuh kepala steals tersebut. Tidak tergambarkan ekspresi apa-apa dari pria tampan tersebut, betul-betul membuat steals menjadi aneh.
“ Betul... Ini pasti mimpi! “ batin steals. “ Tapi siapa pria ini? Apa memang dia itu malaikat? Tapi kok tidak ada sayapnya?” begitulah pertanyaan –pertanyaan yang mencecar benaknya. Namun dia masih tidak berani untuk membuka mulut, menunggu pria di depannya untuk berbicara terlebih dahulu.
Namun sejak lama ditunggunya, pria tampan itu tidak juga berkata maupun melakukan tindakan apa-apa. Pria tersebut masih tetap menatap tangan kirinya sambil memasang ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh steals. Pria tampan tersebut tersenyum, dan memperlihatkan kedua telapak tangannya di depan steals. Betapa terkejutnya steals melihat kedua telapak tangan pria tampan tersebut mulai memperlihatkan keanehan. Telapak tangan kanannya mengeluarkan cahaya yang cukup terang menyelubungi telapak tangan tersebut, sementara telapak tangan kirinya mengeluarkan semacam kabut hitam yang menyelimuti seluruh telapak tangan tersebut.
Cukup lama steals terpana dengan keanehan tersebut, namun dia sadar tatapan pria tampan tersebut seolah-olah menantangnya untuk memilih di antara kedua telapak tangan pria tampan tersebut.
“ Sudah pasti apa yang akan ku pilih...” jawab steals membalas tatapan pria tampan tersebut. Dan baru kali inilah steals membuka suara untuk pertama kalinya dalam dunia yang dianggapnya mimpi tersebut.
Steals berusaha menggerakkan tangannya untuk meraih tangan kanan pria tampan tersebut dan lebih memilih cahaya tersebut dari kegelapan di tangan kiri pria tampan tersebut. Setelah Steals merasa telah menyentuh tangan kanan pria tampan tersebut, sekejab cahaya tersebut mulai memancarkan sinar terangnya yang menyilukan mata sehingga membuat steals harus melindungi kedua matanya dengan lengan kirinya. Begitu steals kembali membuka matanya, betapa terkejutnya dia karena sekarang dia mendapati dirinya berada dalam kegelapan. Pria tampan yang sebelumnya berada di depannya kini sekujur tubuhnya dikelilingi api yang bergolak. Pria tersebut masih menyunggingkan senyum tipisnya kepada steals, tapi kini seluruh tubuhnya telah berubah menjadi api seakan-akan api itulah yang membentuk tubuh pria tersebut.
Dari belakang tubuhnya yang berkobar keluarlah sepasang sayap yang sudah pasti juga terbuat dari api. Wushh... Dengan satu kepakan keras dari sayap apinya dia membangunkan steals dari tidurnya. Dan begitulah, steals masih jelas teringat dengan mimpi anehnya itu, semuanya terasa nyata mulai dari silau cahayanya hingga panasnya api yang dirasakan. Tapi steals tidak ambil pusing juga dengan mimpi aneh itu. Dengan segenap tenaga dia bangun dari ranjang empuknya dan bergegas untuk cuci muka dahulu sebelum melaksanakan aktivitas rutinnya tiap pagi.
-_-
Sore hari di kampus yang biasanya digunakan steals dkk untuk melakukan aktivitas kuliahnya kali ini tidak sepi seperti biasanya. Karena biasanya memang pada sore hari, kampus tersebut telah sepi dari kegiatan perkuliahan para mahasiswanya. Selain beberapa mahasiswa yang hanya terlihat di hospot kampus, juga hanya terdapat para cleaning service yang melakukan tugas bersih-bersihnya. Di pelataran halaman depan kampus tersebut, terparkir sebuah bus pariwisata yang berkapasitas 56 orang juga beberapa motor yang berjajar di samping pos satpam. Di kursi depan bus, Duduk seseorang yang mengenakan kemeja biru dan bertopi sambil sesekali menghisap sebatang rokok yang selalu diapit dengan kedua jari tangan kanannya. Dilihat dari seragam dan caranya duduk, sudah bisa dipastikan itu adalah Supir bus yang akan digunakan rombongan peserta seminar.
Di dalam bus sendiri juga sudah terisi seperempatnya dari seluruh rombongan yang kebanyakan adalah mahasiswa kampus lain. Memang sesuai dengan rencana bahwa kampus tersebut menjadi tempat berkumpulnya peserta rombongan seminar di Bali atau bisa dibilang tempat transit awal. Sedari siang tadi, sudah banyak peserta dari kampus lain berdatangan ke kampus tersebut dengan tujuan agar tidak ketinggalan bus nantinya.
Beda halnya dengan peserta lain, peserta dari kampus sendiri malah datangnya telat-telat. Steals sendiri baru datang sekitar 15 menit sebelum waktu kesepakatan keberangkatan, namanya juga manusia Indonesia. Yang lainnya ada yang datang pas waktu kesepakatan, ada yang terlambat 5-10 menit, bahkan ada yang terlambat sampai 40 menit. Tak ayal waktu keberangkatan pun ditunda selama 1 jam menunggu sisa dari peserta lain yang belum datang.
Begitu steals memasuki gerbang depan kampus, dia segera memarkirkan motornya di samping motor-motor lain yang telah berjajar rapi. Setelah itu dia ngobrol-ngobrol sebentar dengan satpam kampus sekalian meminta untuk menjaga motor-motor peserta selama mereka pergi. Tak lama berapa saat kemudian, Luz dan Sadim datang secara berbarengan ke kampus di susul oleh Lesi yang memakai motor matiknya. Joes, Hardi, Lin, Ihun dan Anin yang sudah datang terlebih dahulu memilih duduk-duduk di hospot kampus stelah meletakkan barang-barang mereka di bus.
Tidak ada aturan tempat duduk dalam bus jadi siapa yang cepat dia yang dapat. Steals mulai meletakkan ransel ukuran sedang satu-satunya yang dia bawa, ke bawah kursi yang terletak agak di belakang dan satu arah dengan kursi supir. Kursi dalam bus terdiri dari dua buah di jajaran sebelah kanan dan tiga buah di jajaran sebelah kanan. Steals pastinya memilih yang dengan model kursi sepasang karena kalo duduk bertiga sangat tidak nyaman.
Dari jendela kaca bus yang bisa tembus melihat keluar, dia melihat orang-orang lain yang mungkin juga peserta telah berdatangan. Ada yang yang berjalan kaki karena kosnya dekat, ada yang diantar sama orang lain, dan ada juga yang membawa motor sendiri sepeti layaknya steals. Tak diragukan, steals juga melihat Zici memasuki pintu gerbang dengan membawa ransel besar di pundaknya.
“ Dasar cewek... Bawaannya selalu aja banyak-banyak. Padahal cuma perjalanan tiga hari saja.” Pikir steals setelah melihat Zici susah payah menggendong ranselnya menaiki bus.
Melihat Steals sedang duduk santai sambil melihat pemandangan di luar dari kaca bus, membuat Zici yang dari tadi celingak-celinguk mencari kursi yang nyaman langsung menghampirinya.
“ Honey... Aku di sampingmu ya..!” Kata Zici setelah sudah berada dekat dengan lokasi steals duduk.
Steals yang memang tadi memperhatikannya pun langsung menjawab lembut, “ Silahkan... Mumpung kosong juga.”
Zici memang orangnya supel dan ceria. Semenjak steals dan Zici saling mengenal cukup dekat karena suatu kejadian, Zici selalu memanggil Steals dengan sebutan “honey” walaupun mereka tidak sedang berpacaran. Steals yang awalnya agak risih karena panggilan Zici terhadapnya yang seperti itu lama-lama menjadi terbiasa juga. Lagipula Zici juga orangnya lumayan cantik dan menarik, pikir steals. Teman-temannya yang lain juga sudah mulai terbiasa dengan panggilan tersebut, yang awalnya mereka kira Steals dan Zici itu mempunyai hubungan. Ya... Mungkin tidak ada perasaan apa-apa antara Zicii dan Steals. Mereka hanya menganggap kalau mereka saling berteman aja. Mungkin dalamnya lautan bisa diukur tapi dalamnya hati siapa yang tahu?
Setelah membantu Zici untuk meletakkan barangnya di dashboard atas, mereka berdua turun dari bus untuk bergabung dengan teman mereka lainnya yang telah duduk di hospot kampus. Hanya Liyani, Yugo, dan Andri saja yang belum tiba diantara 14 orang peserta perwakilan kampus, sementara Iklima yang telah tiba paling awal daripada peserta lainnya saat ini sedang berada di toilet. Mereka yang telah berkumpul di hospot pun ngobrol-ngobrol sejenak sambil mengajukan ide-ide konyol tentang perjalanan mereka sembari menunggu keberangkatan bus. Steals mungkin telah melupakan mimpi yang semalam akibat kesenangannya berkumpul dengan teman-temannya dan liburan yang akan dia laksanakan setelah ini.
Lima menit sebelum waktu keberangkatan, para peserta sudah lengkap dan telah menduduki kursinya masing-masing di dalam bus. Andri yang ngos-ngosan sendiri karena datang paling akhir dan terburu-buru takut ketinggalan juga telah duduk di kursinya dengan Luz dan Sadim. Semua telah siap, acara sambutan oleh pihak dekanat sudah dilakukan sebelumnya dan supirpun menginjak pedal gas pertamanya.
Ekspresi tiap-tiap orang dalam bus berbeda-beda karena disesuaikan dengan pikiran mereka sendiri-sendiri. Ada yang senyam-senyum karena duduk di sebelah cewek cakep, ada yang cemas-cemas karena suka mabuk darat, ada yang buru-buru karena mengejar uang setoran (emang kernek angkot.?..), ada yang gelisah karena tidak sabar, ada yang cengir-cengir karena berharap kesenangan di perjalanannya, ada yang ngobrol-ngobrol berdua, ada yang mendengarkan music dengan earphonenya, bahkan ada yang sudah tidur terlelap padahal baru beberapa menit bus berangkat. Perjalanan mereka dimulai...
-_-
Perjalanan dari Malang menuju banyuwangi memerlukan waktu kurang lebih 6-7 jam, tapi karena terjebak kemacetan saat melewati daerah porong akhirnya bus sampai di pelabuhan pada malam harinya. Bus berhenti sejenak dan menurunkan penumpangnya untuk beristirahat sejenak sambil menunggu kapal yang akan mereka tumpangi. Para peserta termasuk steals dkk menuruni bus satu persatu secara teratur tanpa dikomando. Ada beberapa orang yang langsung mencari toilet di pelabuhan, ada yang langsung duduk sambil memegangi perut dan membekap mulutnya dengan sapu tangan ( kayaknya sudah hampir keluar), ada yang masih ‘tewas’ dalam bus dan tetap melanjutkannya, dan ada pula yang berjalan-jalan kecil sambil menghirup udara malam pelabuhan.
Steals berjalan sejajar bersama Samid dan Joes sementara di belakangnya juga mengikuti Yugo dan Hardi. Mereka berjalan keliling kawasan pelabuhan untuk mencari angin. Hardi masih mencoba mengusap matanya yang kelihatan mengantuk karena dia termasuk salah satu yang ‘tewas’ sebelum bus mencapai pelabuhan. Sementara salah satu peserta cewek yang tidak steals kenal sedang berjalan beriringan dengan Anin dan Zici menuju salah satu warung makanan yang terletak 20 meter sebelah timur dari bus yang mereka tumpangi memarkir bannya.
Sambil berjalan-jalan, Samid sekali-sekali bersiul untuk mengiringi hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Dari kejauhan terdengar beberapa obrolan pria dewasa yang sepertinya adalah supir-supir truk besar yang sejak tadi terparkir di pelabuhan. Steals dan lainnya melewati dua bus pariwisata lain yang juga telah parkir di pelabuhan sebelumnya. Kemudian beriring mereka juga melewati mobil-mobil terparkir berjejer dekat portal masuk menuju kapal. Beberapa penumpang dari mobil-mobil tersebut tidak kelihatan sedang berada di dalamnya, mungkin sedang duduk-duduk atau cari makan di warung seperti para penumpang yang lainnya.
Di ujung deretan mobil-mobil tersebut, steals melihat seorang pria setengah baya dengan baju kaos dan jaket jeansnya sedang bersandar pada salah satu mobil dan terlihat sedang berbicara dengan seorang wanita yang duduk di pijakan batu. Walaupun agak gelap, steals masih bisa menebak kalau mereka memang hanya berdua saja sedang berbincang-bincang satu sama lain kayaknya sesuatu hal serius. Steals sekilas juga melihat semacam kamera Tv yang selalu dibawa-bawa saat biasanya ada syuting film sedang menggantung di sebelah kiri tubuh pria setengah baya yang dilihatnya itu.
“ Ehh.. Lihat tuh, kayaknya ada orang-orang Tv di sini. “ kata Steals sambil menunjuk pria setengah baya yang masih agak jauh dari tempatnya berada. “ Siapa tahu ada syuting film apalah di sini, terus kita pura-pura lewat deh saat mereka mulai ambil gambar... hehehe..” lanjutnya bercanda.
Otomatis Samid, Joes, Yugo, dan Hardi menoleh memandangi pria setengah baya yang masih kelihatan mengobrol dengan teman wanitanya tersebut. Hardi dan Samid hanya senyum-senyum saja, tidak tahu apa yang mereka pikirkan. Sementara Yugo menambahkan lelucon yang dikeluarkan oleh Steals. Mereka sempat tertawa sebentar, tapi dari arah laut terdengar sebuah suara yang tidak asing lagi dan bahkan sudah ditunggu-tunggu oleh mereka.
Nguoooonggg...
“ Tampaknya kapal sudah datang, ayo kita kembali ke bus...” ajak Steals cepat-cepat.
-_-
Pukul 11.45 pm tepat, kapal mulai meninggalkan pelabuhan Gilimanuk dengan tujuan berikutnya adalah pelabuhan Ketapang. Kebanyakan penumpang bus tidak mau beranjak dari busnya menuju ke gelagak kapal di karenakan waktu perjalanan yang singkat, hanya sekitar tiga puluh menit. Tapi Zici yang duduk di samping steals memaksa pemuda tersebut untuk menemaninya naik ke atas geladak kapal.
“ Ayolah Honey... Daripada diam di sini.” Rengek Zici agak memaksa.
Namanya juga manusia apalagi dia pria, sudah pasti steals mau mau saja menemani Zici walaupun dengan agak berat hati juga. Dasar... Wanita memang selalu bisa menaklukkan pria dengan berbagai cara. Mereka berdua pun keluar dari bus menuju ke geladak diikuti beberapa orang peserta lain yang juga pasangan, pria dan wanita.
Sesampainya di atas geladak kapal, steals dan Zici memutuskan untuk naik ke tingkat yang paling atas untuk bisa merasakan hempasan angin laut secara langsung. Di atas mereka menemukan dua pasangan lagi tidak jelas kelihatan lagi mengerjakan apa. Namun dibantu samar-samar cahaya lampu, steals sudah bisa melihat jelas wajah orang-orang yang berada di tingkat atas tersebut. Sambil bersandaran pada tiang besi samping kapal, Zici menghadap ke arah laut atau arah laju kapal sambil agak membentangkan tangannya seolah ingin menyentuh angin yang menerpa tubuhnya. Steals yang ikut bersandar di samping Zici namun menghadap ke arah yang berlainan membiarkan angin laut menerpa punggungnya. Sudah jelas udara pada malam itu cukup dingin ditambah angin laut yang berhembus keras, tapi Zici yang tidak memakai jaket seperti tidak merasakan dinginnya suasana malam itu.
Karena merasa sebagai seorang pria sejati, steals memberikan jaketnya untuk dipakai oleh Zici walaupun Zici sendiri tidak memintanya. Setelah mengucapkan terima kash, Zici pun kembali melakukan ‘ritual’nya...
Steals kembali menatap pasangan lain yang berada bersama mereka, entah kenapa hari ini rasa ingin tahunya besar sekali. Ditatapnya pasangan yang duduk di bawah atap kabin, yang pria seperti sedang berbicara sambil memandang dan menunjuk-nunjuk langit yang memang penuh dengan taburan bintang sementara yang wanita hanya memperhatikan sambil apa yang ditunjuk oleh pria pasangannya tersebut. Tampak pria yang steals tidak tahu namanya tersebut membetulkan letak kacamatanya. Dengan Kemeja lengan panjang yang bagian tangannya dilipat itu, dia kembali menunjuk sesuatu di atas sambil tangannya meliuk-liuk seperti membentuk sebuah pola. Jika dilihat- lihat mungkin mereka adalah pasangan suami istri muda yang baru menikah, pikir steals dalam batinnya. Kadang-kadang steals mencoba melihat apa yang ditunjuk oleh pria tersebut, tapi kening steals yang berkerut menandakan bahwa dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh pasutri muda tersebut.
Sekarang Steals lebih tertarik dengan pasangan lain yang berada tidak jauh dari tempat steals dan Zici bersandar. Karena ternyata pasangan tersebut adalah orang-orang tv yang telah steals lihat sebelumnya sewaktu di pelabuhan. Steals betul-betul ingin tahu apa yang sedang dibicarakan oleh pasangan yang dianggap steals adalah orang tv tersebut karena jelas sekali bahwa mereka sedang membicakan sesuatu yang serius dilihat dari ekspresi mereka yang tegang jika dibandingkan dengan pasangan seelumnya. Merasa diperhatikan, pria setengah baya yang memanggul sebuah tas tersebut melihat ke arah steals. Refleks steals pun segera menoleh ke arah lain berharap orang tv itu tidak menyadari kalau dia memang memperhatikan mereka sedari tadi.
Pria setengah baya tersebut kembali terlibat pembicaraan serius dengan teman wanitanya mengabaikan Steals. Beberapa menit kemudian dia mengeluarkan sebuah alat aneh dari dalam tas yang dia panggul sebelumnya. Besar alat itu seperti notebook 14 inch tapi jika diperhatikan tebalnya mencapai 20 centimeter, lebih mirip LCD proyektor daripada sebuah laptop. Sejenak Wanita tersebut tampak seperti mengutak-atik benda yang dikeluarkan pria setengah baya tersebut.
Steals merasa bingung melihat benda yang menyerupai LCD tersebut, terlebih melihat mimik muka orang-orang tv itu yeng bertambah tegang sembari mengutak atik benda yang kelihatan seperti mesin tersebut. Banyak pertanyaan timbul di benak pemuda penasaran tersebut. Tapi satu pertanyaan yang paling mengganggunya.
“ Apakah mereka betul-betul orang Tv?”
-_-
Di tingkat paling atas sebuah kapal feri yang menuju ke palabuhan Ketapang, terlihat seorang pria setengah baya yang memanggul tas di badannya dan wanita yang masih muda sedang membincangkan sesuatu yang serius.
“ Die... Gimana ni, kita sama sekali tidak mendapatkan info apa-apa dari orang-yang tinggal di pelabuhan.” Tanya wanita tersebut kepada pria setengah baya di sampingnya yang bersandar pada besi kapal. Nama pria setengah baya tersebut adalah Sadie.
“ Yah.. Aku juga tidak mengerti, seakan-akan mereka semua menutup mulut soal peristiwa tiga bulan lalu di tempat ini.” Jawab Pria yang bernama Sadie tersebut. Rambutnya yang cepak dan kribo melambai-lambai tertiup angin laut. “ Mereka hanya berbicara sedikit saja, terus menggeleng-geleng tidak tahu begitu kita tanya!!.”
“ Aku yakin mereka tahu lebih banyak dari apa yang mereka utarakan pada kita sebelumnya.” Sergah wanita tersebut melanjutkan kata-kata Sadie.
“ Tapi saat kamu bertanya, kamu tidak menyebutkan identitas aslimu kan Bil?” Tanya Sadie lagi agak curiga dan memandang teman wanitanya itu tajam-tajam.
“ Ya tidaklah Die... Aku tahu bagaimana trik-trik mendapatkan informasi kok.” Jawab wanita muda tersebut yang memiliki nama Nabila. “ Tetap saja mereka tidak mau bercerita banyak, seolah-olah mulut mereka disumpal dengan lem yang keras. “ lanjutnya lagi dengan mendesah pelan.
Tiba-tiba dari anak tangga, muncul sepasang muda mudi yang umurnya kira-kira 20-an tahun. Sadie dan Nabil melihat sekilas pasangan muda-mudi tersebut kemudian kembali beralih ke pembicaraan mereka semula tanpa menghiraukan muda mudi yang baru datang tersebut dan langsung bersandar pada tiang besi kapal tidak jauh dari tempat mereka bersandar.
“ Pasti pemerintah sudah betul-betul menjaga agar peristiwa tiga bulan lalu tidak diketahui secara detail oleh orang awam juga oleh media masa.” Kata Sadie melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti. “ Jadi informasi detail kita satu-satunya adalah dari informan mu itu, dan tugas kitalah yang harus membuktikannya.”
“ Ya... Menurut informanku kawasan ini tiga bulan yang lalu terjadi tragedi yang aneh dimana banyak orang-orang yang menghilang tanpa jejak dalam sekumpulan kabut. Diketahui kawasan ini dipenuhi gelombang aneh juga yang sebagian besar adalah gelombang elektromagnetik kuat yang diduga merupakan penyebab utama tragedi ini.” Jelas Nabil menerangkan dengan detail.
“ Ya.. Masalahnya siapa yang melakukannya itu tidak ada yang tahu karena pemerintah sendiri juga tidak tahu siapa yang melakukan hal ini di wilayah territorial kita, lagipula kejadian tersebut tiba-tiba berhenti. “ dengus Sadie agak kesal karena keterbatasan informasi yang mereka dapat. “ Dan sekarang pun tidak ada kejadian apa-apa sejauh ini.”
“ Mungkin dari sini kita harus bergerak sendiri tanpa mengandalkan si Tokek, informan kita itu.” Tegas Nabil dengan ekspresi seriusnya. “ Lalu Die... Apa kamu membawa alat yang kusuruh kamu membuatnya itu?”
“ Bahh.. Aku bukan ahli mesin dan fisika yang bisa buat-buat alat kayak gitu. Tapi untung aku punya teman yang bisa membuatnya. “ Bentak Sadie sambil mengawasi sekeliling dan tatapannya berhenti kepada pemuda yang dia rasa selalu memperhatikan gerak gerik mereka sejak tadi. Pemuda itu mengalihkan pandangannya setelah ditatap tajam oleh Sadie. Sadie tidak mempermasalahkannya karena memang dia tidak melakukan apa-apa yang mencurigakan kemudian dia kembali menatap Nabil. Lalu tak lama dia mengeluarkan isi dari tas yang telah dia panggul dari tadi. Sebuah mesin yang dapat mengukur dan menarik gelombang elektromagnetik di sekitarnya. Alat ini dia beri nama sendiri elektrostarter.
Nabil yang dari tadi memperhatikan teman prianya mengeluarkan mesin tersebut mulai angkat bicara, “ Maka dari itulah aku menyuruhmu untuk sekaligus mencari alat itu, soalnya kamu memiliki banyak koneksi di negara ini jika dibandingkan dengan aku.” sambil menyunggingkan senyum kecil. “ Dengan alat yang kamu beri nama elektrostarter ini mungkin kita bisa mengukur gelombang elektromagnetik yang berada di kawasan ini. Jika kita berhasil, mungkin misteri ini akan sedikit terkuak namun jika tidak behasil tidak apa-apalah, toh... kita akan berlibur di Bali setelah pekerjaan kita beres.”
Nabil mengambil elektrostarter yang disodorkan oleh Sadie ini mulai menghidupkan alat tersebut dan memasukkan beberapa perintah dalam alat tersebut melalui tombol-tombolnya. Dalam alat ini terdapat tombol angka nol sampai Sembilan, juga tombol power, input, menu, enter, dan cancel. Layar pada alat ini hanya sebesar10x10 cm. Di samping layar terdapat lampu yang berwarna hijau menandakan alat ini telah aktif. Di samping tombol angka sebelah kiri terdapat lampu-lampu yang berjejer dari bawah ke atas yang semuanya berjumlah sepuluh buah dengan warna lampu paling bawah berwarna hijau muda, semakin ke atas warnanya semakin tua dan paling atas berwarna merah. Deretan lampu tersebut menandakan kekuatan gelombang elektromagnetik yang terukur.
Sekilas alat elektrostarter ini tidak dapat digunakan oleh orang awam seperti Sadie, namun bagi Nabil yang pernah kursus jurusan teknik selama 1 tahun dapat menggunakan alat ini walau butuh proses juga untuk menguasainya.
Setelah menginput segala informasi dalam elektrostarter, Nabil mulai menjalankan alat ini dalam mengukur gelombang elektromagnetik di tempatnya. Deretan lampu pengukur menunjukkan warna hijau pada lampu ke tiga dari bawah sementara di layar menampilkan angka 11 dan ini masih merupakan batas normal. Selama lima menit berikutnya tidak terjadi kenaikan gelombang elektromagnetik yang signiifikan yang terukur pada alat tersebut. Nabila tampak sudah menyerah melihat tidak terjadi sesuatu yang mereka ingin ketahui. Namun Sadie yang dari tadi diam melihat Nabil berkerja, masih tampak bersikeras ingin melanjutkan ini sehingga dia dengan sedikit paksa langsung mengambil elektrostarter dari tangan Nabil. Dia tidak senang melihat ekspresi menyerah Nabil yang begitu cepat. Namun tanpa sadar dia menekan sesuatu tombol pada elektrostarter, sehingga beberapa saat elektrostarter berbunyi kecil dengan lampu pengukur yang nyalanya terus naik dan angka pada layar juga ikut meluncur naik tanpa bisa dihentikan.
Melihat hal ini Nabila menjadi panik dan segera merebut kembali elektrostarter dari Sadie, “ Ahh... Apa yang kau lakukan tadi.” Bentaknya kepada Sadie.
“ Aku tidak tahu apa-apa.” Jawab Sadie singkat ikut-ikutan panik melihat teman wanitanya yang langsung panik.
Lampu pengukur pada elektrostarter telah mencapai puncak paling atas berwarna merah sementara angka pada layar terus melonjak dengan cepat. Nabil yang panik mencoba untuk menghentikan alat tersebut sehingga tanpa sadar muncul kabut entah darimana telah mengelilingi mereka. Tidak... saat ini kabut tersebut meluas dan telah mengelilingi kapal ini. Tiba – tiba jarak pandang mereka menjadi berkurang, pemandangan pulau bali di depan yang awalnya terlihat, sekarang tidak terlihat sama sekali. Bahkan untuk melihat pasangan lain yang sedari tadi bersama mereka juga agak sulit karena kabut yang muncul ini benar-benar tebal. Angin laut sudah tidak bertiup sama sekali setelah awal dari kemunculan kabut ini.
Nabil berhasil mematikan elektrostarter setelah melihat dahulu angka pada layar telah berhenti angka 198 Dia menyuruh Sadie untuk tetap tenang dan menyimpan kembali elektrostarter di tasnya. Tragedi yang terjadi tiga bulan yang lalu, terulang kembali dengan munculnya kabut yang dipenuhi gelombang elektromagentik ini. Tiba-tiba Nabil seperti dilanda sakit kepala yang hebat...
Sadie yang bertambah panik sejak kemunculan kabut ini mulai kembali mendapatkan ketenangan dirinya. Hari ini dia telah mengalami ssendiri tragedi tiga bulan lalu ini dan dia justru bersemangat untuk kembali menuliskan peristiwa ini di jurnal hariannya. Tapi dia kaget setelah melihat Nabil yang terhuyung-huyung sambil memegangi pelipis kepalanya. Dia menangkap tubuh Nabil sebelum sempat ambruk ke lantai kapal. Dia tidak tahu apakah kapal ini berhenti atau tetap melaju karena tidak ada tanda-tanda sama sekali setelah kemunculan kabut ini. Dia saat ini dia lebih mencemaskan Nabil yang terbaring lemah di hadapannya.
Brakkk....
Kapal yang mereka tumpangi berguncang hebat, setelah itu kembali diam seperti semula. Kapal hanya masih terlihat bergoyang-goyang sedikit setelah goncangan keras tersebut. Nabila mulai kembali dapat bangun dari keterlemahannya, sakit kepalanya mulai berangsur-angsur hilang. Dia menyuruh Sadie untuk berhenti mengkhawatirkan dirinya karena memang dia sudah agak baikan. Kekhawatiran Sadie akhirnya sirna dan membantu memapah Nabila untuk dapat menguasai tubuhnya lagi.
-_-
Di dalam ruang kemudi sebuah kapal seorang pria yang sudah cukup tua dengan topi marinirnya terlihat sedang menggunakan teropong malamnya untuk melihat suasana laut di depan. Kadang-kadang dia mulai memerintah beberapa orang yang juga berada dalam ruangan itu. Dilihat dari gerak geriknya sudah bisa ditebak kalau pria tua itu adalah kapten kapal feri KMP Bela Bangsa. Sejenak susasana yang teramati sesuai dengan semestinya, namun kepulan kabut yang mulai bermunculan di sekitar kapal membuat jarak pandang mereka menjadi terbatas. Perlahan tapi pasti kabut mulai terlihat tebal sehingga membuat jarak pandang menjadi beberapa puluh meter saja.
Pulau Bali yang terlihat semula, menjadi tidak kelihatan lagi. Angin juga tiba-tiba berhenti bertiup sampai membuat orang-orang dalam ruang kemudi pupus harapan yang mengira angin laut akan segera mengusir kabut tersebut. Beberapa juru mudi dan ahli mesin bertambah panik dengan terganggunya mesin-mesin elektronik dalam ruang kemudi tersebut. Bahkan kompas manual yang sengaja masih dipergunakan itu juga memperlihatkan jarum kompas yang mulai berputar-putar searah jarum jam. Seakan kabut ini telah memisahkan hubungan mereka dengan dunia luar.
Situasi di ruang kemudi menjadi lebih tidak terkendali disebabkan beberapa anah buah dari kapten kapal banyak yang ambruk berjatuhan karena tiba-tiba diserang pusing yang hebat. Kapten kapal segera mengkomando anak buahnya yang tidak terkena penyakit ini untuk memperlambat laju kapal secara manual. Beberapa juga disuruh membantu anak buah kapal yang ambruk di lantai sambil memegangi kepalanya.
Kapal mulai berjalan pelan dengan kemudi yang diarahkan lurus ke depan berharap mereka dapat segera keluar dari kabut ini. Situasi sudah mulai terkendali saat beberapa orang yang awalnya ambruk kini sudah sehat dan bisa bekerja kembali. Namun tidak selang beberapa lama kemudian terdengar suara keras disertai dengan guncangan kapal yang hebat. Kapten kapal segera memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Namun tidak lama, anak buah kapten kapal datang kembali dengan membawa kabar buruk. “ Kapten... Kapal diperkirakan menabrak batu karang di dasar laut dan mengalami kebocoran yang fatal di geladak bawah. Juru mesin memperkirakan tidak berapa lama lagi kapal akan tenggelam.” Sambungnya terburu-buru. “ Para penumpang yang masih berada dalam kendaraan di geladak bawah sebagian besar sudah diungsikan ke geladak atas, namun ada beberapa penumpang yang pingsan dan kita membutuhkan lebih banyak tenaga untuk membawanya.”
“ Juru mudi dan juru mesin tetap di sini bersamaku, yang lainnya segera membantu mengungsikan penumpang kapal!!” perintah kapten kapal tegas tanpa ada keraguan sedikitpun.
“Siap kapten..” serempak sambil berlalu meninggalkan ruang kemudi.
“ Musa, berapa lama waktu yang kita punya sebelum kapal ini tenggelam?” Tanya kapten kapal kepada juru mesin yang berdiri panik di sampingnya.
“ Dilihat dari kerusakan, sekitar 45 menit air akan sampai pada geladak atas dan dalam 1 jam berikutnya kapal ini telah rata dengan dasar laut.” Jawab sang juru mesin mantap tanpa ada keraguan sedikitpun.
Kapten kapal mendesah sambil menggeleng-geleng karena waktu yang dibutuhkan sangat tidak cukup untuk mengungsikan semua penumpang ke dalam sekoci penyelamat. Apalagi jumlah sekoci penyelamat tidak mencukupi untuk memuat seluruh penumpang. Tampaknya bantuan juga tidak akan segera datang mengingat mereka masih terperangkap dalam kabut misterius ini. Kapten kapal memberi perintah untuk menghentikan laju kapal kepada juru mudi setelah itu mengambil mikrophon yang terjulur di depannya dan akan mengumumkan keadaan darurat.
Krikk...
Krikk...
Kringgg..
“ Pengumuman kepada seluruh penumpang... Kapal dalam kondisi darurat, dalam beberapa jam kapal akan tenggelam. Diharapkan kepada para penumpang kapal untuk tidak panik dan segera menuju ke sekoci penyelamat dan mengenakan jaket pelampung sebab tidak diketahui kapan bantuan akan datang. Terima kasih... Semoga Tuhan menyertai kita...” ucap suara tersebut mengakhiri pengumuman lewat pengeras suara kapal.
Sang kapten kapal menatap ke arah juru mudi dan juru mesin yang berdiri tidak jauh darinya seraya memberikan perintah terakhirnya, “ Kalian segera ikut yang lain untuk membantu mengungsikan penumpang ke sekoci penyelamat. Sementara saya akan berada di sini untuk mengendalikan gerakan kapal dan menyalakan alarm pada waktunya. Jangan lupa untuk terus menyalakan suar untuk mencari bantuan terdekat. “ kata kapten tegas mengakhiri perintahnya.
Tanpa sempat membantah, kedua orang yang menerima perintah kapten tersebut langsung keluar ruang kemudi namun sebelumnya mereka sempat memberikan penghormatan terakhir kepada kapten kapalnya seolah-olah tidak akan bertemu lagi. Setelah dua orang itu menghilang ditelan pekatnya kabut yang masih menyelimuti seantero kapal, sang kapten kapal terlihat pasrah dan bergumam lirih, “ Semoga Tuhan bersama kalian.”
-_-
Semua kejadian yang terjadi seakan-akan begitu cepat bagi Steals. Dimana sebelumnya dia memperhatikan kelakuan aneh orang-orang tv itu, setelah itu kabut yang bermunculan menghalangi jarak pandang. Sakit kepala hebat yang tiba-tiba menderanya setelah kemunculan kabut dan hampir saja membuatnya nyaris pingsan, beruntung suara cemas Zici di sampingnya tetap menyadarkannya. Setelah itu dilanjutkan goncangan keras pada kapal yang dia tumpangi, dan tak lama kemudian pengumuman kondisi darurat dari pengeras suara kapal.
Saat itu steals mencoba untuk tetap tenang sambil mengatur kembali nafasnya untuk menenangkan sakit kepala yang mulai sirna seiring berjalannya waktu. Dia segera bangkit dan menggenggam erat tangan Zici. Mereka bergegas segera mengikuti perintah pengumuman dari pengeras suara barusan, menuju ke geladak tengah kapal untuk menaiki sekoci penyelamat. Dia tidak bisa melihat apakah kedua pasangan lain yang sebelumnya berada bersama mereka tadi sudah pergi atau tidak karena kabut yang mengelilingi tak juga menipis...
Mereka berdua pun menuruni tangga menuju geladak tengah kapal. Suasana di geladak tengah tampak ramai dengan hingar bingar penumpang lain yang panik dan awak-awak kapal yang menyiapkan sekoci penyelamat. Beberapa dari awak kapal yang melihat Steals dan Zici lansung menghampiri keduanya dan menyodorkan jaket pelampung untuk dipakai seraya memberikan tanda untuk menunggu siapnya sekoci penyelamat. Tanpa banyak tanya, Steals dan Zici memakai jaket pelampung. Yang terpikir di benak setiap penumpang saat ini adalah gimana cara bisa menyelamatkan diri sementara para awak kapal (ABK) berpikiran bagaimana cara menyelamatkan nyawa penumpang sebanyak mungkin.
Steals melihat beberapa sekoci penyelamat telah siap dan langsung dikerubungi penumpang yang inigin menyelamatkan diri. Tapi awak kapal bersikap cepat dan sigap mengatur para penumpang yang hanya mementingkan diri sendiri itu. Sesekali terdengar teriakan awak kapal memecah histeris kepanikan para penumpang.
“ Utamakan yang Wanita dan anak-anak.”
Tampak sekoci-sekoci yang telah siap tersebut diisi oleh satu awak kapal dan sepuluh sampai lima belas penumpang di masing masing sekocinya. Steals masih menatap sekoci-sekoci yang telah penuh dengan orang-orang tersebut dan siap untuk dilepaskan ke laut. Tak salah lagi, dia juga melihat beberapa teman yang dikenalnya sudah menaiki sekoci.
Air telah memenuhi geladak bawah dan mulai merembes ke geladak tengah kapal dengan cepat. Para awak kapal sadar waktu mereka tinggal sedikit dan menambahkan kecepatan mereka menyiapkan sekoci penyelamat yang tersisa. Kepanikan mulai melanda Steals ketika melihat genangan air yang terus merambat naik. Bagaimana tidaka panik? Dia sendiri sadar bahwa kelemahannya yang tidak bisa berenang itu suatu saat akan mencelakainya walaupun telah memakai jaket pelampung.
Setelah melihat dua sekoci yang tersisa telah siap, steals segera ingin berlari dan masuk ke dalamnya meninggalkan semua kepanikan tersebut. Zici masih tetap berada di sampingnya padahal penumpang wanita lain sudah tidak kelihatan. Dia segera menarik Zici ke sekoci di dekatnya dan menyuruhnya masuk. Awak kapal yang semula mau menghalanginya segera mengundurkan niatnya melihat masih ada wanita yang belum terangkut sekoci penyelamat yang sebelumnya. Tapi dia segera menghalangi steals untuk naik setelah menaikkan Zici ke dalam sekoci.
“ Yang tua diprioritaskan untuk saat ini setelah wanita dan anak-anak kerana kalian yang muda masih cukup kuat untuk berenang.” Kata awak kapal tersebut yang ternyata adalah juru mudi.
Perlahan sekoci yang tersisa di penuhi oleh para orang tua yang tidak kuat untuk berenang. Sekoci yang pertama telah dilepaskan ke laut sementara sekoci yang kedua masih memungkinkan dinaiki 2 penumpang lagi. Terlihat hanya Zici saja yang berbeda di antara para orang tua yang memenuhi sekoci tersebut. Yang berada di geladak tengah kapal sekarang adalah pemuda-pemuda dan pria-pria setengah baya bersama awak-awak kapal yang masih tersisa. Terlihat Yugo, Hardi , Luz, Joes, dan steals berada di antara orang-orang yang tersisa tersebut. Steals juga melihat pria setengah baya yang dianggapnya orang Tv juga berada di sana bersama mereka.
Tanpa megindahkan rasa malunya, steals mengatakan kelemahannya tersebut kepada awak kapal dengan harapan dia bisa ikut naik mengisi kekosongan di sekoci. Dan harapannya terkabul. Dia dan seorang pria yang mengaku sedang sakit mengisi dua tempat kosong di perahu. Dengan perasaan lega dia duduk di sekoci penyelamat tapi merasa tidak enak dengan teman-temannya yang masih tertinggal di kapal. Dan mendadak suara alarm kapal berbunyi nyaring menandakan waktu yang tersisa tinggal sedikit lagi.
-_-
CHAPTER III : MENYELAMATKAN DIRI
Nguoonggg...
Nguongggg...
Nguoonngg...
Bunyi alarm kapal membahana memecah kesunyian langit dan usaha orang-orang untuk menyelamatkan diri dalam kapal tersebut. Di geladak kapal paling atas sepasang pasutri muda langsung terbangun mendengar alarm kapal yang berbunyi nyaring tersebut. Alarm kapal terus mengeluarkan bunyinya tanpa henti. Seorang pria yang terbangun langsung mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelum mereka pingsan di tempat itu. Ya... pasangan suami istri muda itu pingsan setelah sakit kepala hebat mendera mereka sejak kemunculan kabut yang tiba-tiba tersebut. Pria yang bernama Yudha tersebut sudah merasa aneh saat kemunculan kabut, karena hal ini mengingatkan dia tentang informasi yang dirahasiakan pemerintah tentang peristiwa tiga bulan lalu yang terjadinya juga bertepatan di tempat ini. Namun belum sempat dia berpikir lebih lama, tiba-tiba dia melihat istrinya pingsan sambil memegang pelipis kepalanya. Dan diapun merasakan nyeri di kepalanya dan ikut pingsan pula tak lama setelah itu.
Untungnya bunyi alarm kapal membangunkan mereka dari tidur pendeknya. Pria yang kesehariannya bekerja di Istana kepresidenan tersebut langsung memapah istrinya dan bergegas meninggalkan tempat tersebut menuju ke bawah tanpa tahu apa yang telah terjadi dengan kapal yang mereka tumpangi. Begitu mencapai geladak tengah kapal, pasangan tersebut kaget melihat banyak pria berkerumun di tempat itu, lebih kaget lagi mereka melihat air yang sudah menggenangi sebatas lutut orang dewasa. Orang-orang di tempat tersebut juga kaget dengan kedatangan pasutri muda tersebut. Otak Yudha langsung bekerja cepat dan bisa menangkap kejadian apa yang telah terjadi sebenarnya.
Setelah melihat sekoci penyelamat yang tinggal satu-satunya di tempat itu, dia segera menghampiri sekoci tersebut berharap setidaknya dapat membawa istrinya ke dalam sekoci tersebut. Tapi nahas, sudah tidak ada lagi ruang dalam sekoci tersebut. Waktu mereka tinggal sedikit, apa yang mesti dia perbuat???
-_-
Orang-orang yang mendengar alarm kapal mulai bertambah panik, beberapa awak kapal segera menyuruh kerumuman orang yang tersisa untuk naik ketingkat paling atas. Namun mereka tampak sangat terkejut melihat dari tangga yang menuju ke atas, muncul dua orang pria dan wanita. Yang pria sedang sibuk memapah wanita yang mungkin merupakan istrinya untuk turun.
Steals juga terkejut melihat pasutri muda yang telah dia lihat sebelumnya baru turun dari lantai atas tanpa mengenakan jaket pelampung pula. Dia bisa melihat pasutri muda itu agak kaget dan bingung walaupun kabut masih tebal di sekitar mereka. Pasutri muda itu langsung menuju ke sekoci penyelamat tempat steals telah duduk nyaman di situ. Namun alangkah kecewanya mereka mengetahui sudah tidak ada tempat dalam sekoci tersebut.
Steals yang ikut menyaksikan pasutri muda itu kehilangan harapan, tanpa pikir panjang langsung turun dari sekoci penyelamat dan mempersilahkan istri pria yang bernama Yudha tersebut untuk segera naik karena sekoci akan segera dilepas. Diiringi ucapan terima kasih oleh pasangan tersebut , wanita tersebut langsung naik dibantu dengan beberapa orang yang berada di atas sekoci. Tak lupa awak kapal memberi jaket pelampung kepada wanita dalam sekoci tersebut. Dengan sedikit hentakan kecil, sekoci tersebut telah dilepaskan ke laut dan pergi menjauhi kapal, takut terseret arus kapal yang tenggelam.
Steals tahu apa yang dia hadapi sekarang, bertahan hidup dengan hanya mengandalkan jaket pelampung. Pria yang istrinya telah meninggalkan kapal tersebut tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada steals, hal ini membuat steals agak risih juga.
Tinggi air telah mencapai dada orang dewasa. Dengan dipandu sisa awak kapal, kerumunan lelaki yang tersisa menaiki tangga menuju tingkat paling atas kapal. Namun ada beberapa yang sudah menceburkan diri ke laut dan berenang menjauhi kapal sama seperti sekoci penyelamat sebelumnya. Di tingkat atas hanya tersisa beberapa orang saja dengan dua awak kapal sementara yang lainnya telah menceburkan diri ke laut. Lima orang beserta awak kapal juga mulai loncat sejauh mungkin menuju ke arah laut. Yang tersisa di tingkat atas hanya steals, Joes, seorang juru mesin yang bernama Musa, Sadie seorang cameramen tv, juga Yudha seorang karyawan yang bekerja di istana Kepresidenan.
Air sudah mencapai tingkat atas, sang juru mesin sudah tidak tahu lagi bagaimana nasib kapten kapal yang berda di ruang kemudi geladak tengah kapal. Apakah sudah menyelamatkan diri atau belum. Alarm kapal masih berbunyi nyaring, kabut tebal tidak juga menunjukkan tanda-tanda mau lenyap. Diiringi suara keras oleh Musa... Yudha, Sadie, dan Joes langsung menceburkan diri mereka ke laut yang sudah bisa terlihat oleh mata dari tingkat atas.
Steals terpana melihat air laut yang akan segera memangsa tubuhnya. Tubuhnya seperti tidak dapat bergerak ketika tangga kematian mulai mendekatinya. Bahkan aba-aba Musa untuk segera meloncat hampir tidak didengarkannya lagi. Dan kini sendirilah dia di kapal tersebut menunggu air laut yang akan segera menyeret tubuhnya ke palung laut paling dalam.
-_-
Musa yang memimpin mereka untuk langsung meloncat begitu mendengar aba-aba darinya segera meloncat juga mengikuti orang-orang yang telah sebelumnya menceburkan dirinya tersebut. Tapi alangkah kagetnya dia mendapati masih ada satu orang lagi yang berada di sana. Dia segera berbalik dan memanggil-manggil pemuda tersebut untuk segera menceburkan diri. Tapi apa daya, teriakannya dari jauh ikut tertelan oleh suara alarm kapal yang masih terus berdengung. Dengan berat hati dia pun berbalik arah dan meninggalkan pemuda yang masih berada di atas kapal tersebut. Dia juga memiliki anak dan istri yang menunggunya di rumah, jadi dia harus tetap hidup. Dengan sisa tenaganya, dia mulai mengayuh tangannya dan berenang menjauhi kapal yang akan tenggelam bersama seorang pemuda yang tidak dia kenal.
-_-
Setelah melompat pada hitungan ketiga dari aba-aba sang juru mesin, Yudha langsung mengerahkan tenaganya untuk segera berenang meninggalkan kapal. Tapi dia sempat berbalik ke belakang untuk melihat sang juru mesin di belakangnya sedang berteriak tidak jelas ke arah kapal feri yang tinggal tersisa ¼ badan saja. Matanya yang memang tajam sempat melihat seorang pemuda masih berda di atas kapal tersebut walaupun di tengah kabut yang menghalangi mereka. Betapa kagetnya dia mengetahui bahwa pemuda itu adalah orang yang menyelamatkan istrinya secara tidak langsung saat di kapal tadi. Dia berniat untuk kembali ke tempat pemuda itu dengan niat untuk menolongnya, tetapi langkahnya terhenti seolah dihentikan dengan paksa. Tangannya ditahan oleh seseorang yang baru dia sadari berada di sampingnya dari tadi. Pria yang menahannya tersebut adalah Sadie. Belum sempat Yudha untuk membuka suara, Sadie mulai angkat bicara duluan.
“ Pikirkan dulu... keselamatan... hidupmu, istrimu pasti.... sedang menunggumu di sekoci... penyelamatnya....” Kata Sadie agak terbata-bata untuk mencegah air maluk merengsek masuk ke mulutnya.
Kata-kata Sadie bisa dikatakan telah menghilangkan semangat Yudha untuk menolong pemuda yang menyelamatkan nyawa istrinya tesebut. Walaupun antara Yudha dan Sadie sendiri tidak memiliki hubungan apa-apa, tapi Sadie kelihatan cemas dengan tekad Yudha yang mau menolong yang pemuda tak dikenalnya. Padahal jika dilihat dari kondisi sekarang, sudah tidak mungkin lagi melakukan upaya penyelamatan. Bukannya berhasil, mereka berdua malah akan mati konyol diseret arus kapal yang tenggelam tersebut.
Yudha pun ikut memahami kondisi yang terjadi sekarang ini, dengan berat hati dia kembali berenang menjauhi kapal diikuti dengan Sadie yang mengikuti di belakangnya. Sebenarnya Sadie juga berat untuk mengambil keputusan ini mengingat orang di atas kapal tersebut masih muda. Bahkan kalau bisa Sadie malah ingin berganti posisi dengan pemuda tersebut, Tapi apa lagi yang bisa dia perbuat? Dia hanyalah manusia biasa di antara segala keterbatasannya. Dia hanya berdoa dalam hati, “semoga Tuhan menyelamatkannya.”
Ya... Hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan pemuda itu dari jerat kematian.
-_-
Di tengah keterpakuannya menghadapi kematian yang sudah menunggu di depan mata, steals masih sempat berdoa agar di beri kesempatan hidup lebih lama lagi. Bunyi alarm kapal sudah tidak terdengar lagi ditelan luapan air laut yang sudah membanjiri seluruh geladak kapal paling atas. Suara deras arus air laut yang menenggelamkan semakin keras. Kapal tenggelam dengan posisi 135°. Saat ini mencoba melawan arus gravitasi dengan berpegangan pada ujung kapal paling depan. Posisi kapal hampir mencapai 90° dan steals telah mampu menguasai tubuhnya dan berdiri di ujung kapal. Ekspresinya sekarang cukup tenang, dia sudah siap menghadapi bahaya di depannya apapun risikonya. Steals sadar risiko apa yang akan dihadapinya jika berada tepat di tempat kapal yang akan tenggelam. Steals menarik napas panjangnya lalu...
-_-
Tiga puluh menit telah berselang semenjak tenggelamnya KMP Bela Bangsa yang ditumpangi Steals dkk. Di lokasi tepat tenggelamnya kapal tersebut, perlahan-lahan sebuah sekoci berjalan pelan melintasi daerah tersebut. Mereka yang berada di atas sekoci bertuliskan angka 7 di badan perahu, yakin bahwa mereka sedang berada di lokasi tengggelamnya kapal yang telah mereka tumpangi sebelumnya itu karena di sekitar lokasi tersebut terdapat banyak puing-puing sisa peninggalan dari kapal feri tersebut. Salah satu yang berada di atas kapal tersebut adalah Anin, dia menatap cemas puing-puing sisa kapal yang bertebaran di samping mereka. Namun yang paling mencemaskannya adalah bagaimana nasib mereka setelah ini, mengingat kabut tebal masih menyelimuti mereka dan tidak ada tanda-tanda munculnya bantuan. Bahkan mereka tidak mendapati adanya sekoci penyelamat lain di sekitar mereka.
Udara malam itu begitu dingin, membuat para penumpang di atas sekoci penyelamat itu banyak yang menggigil kedinginan tak ubahnya seperti Anin. Tak sedikit Anin mengkhawatirkan nasib teman-temannya yana lain, apakah mereka selamat ataukah sudah...
Tak terasa air mata menetes membasahi pipinya yang kedinginan, tapi dia terkejut mendengar suara aneh yang terdengar dari kejauhan. Tidak hanya dia, tetapi yang lain juga mendengar suara tersebut dan sepakat untuk mencari tahu asal suara tersebut daripada hanya duduk berdiam diri saja. Dinginnya suasana malam itu sampai membuat napas yang mereka keluarkan terlihat seperti asap putih.
Suara parau semakin jelas terdengar oleh Anin dan orang-orang yang berada di kapal tersebut. Suaranya seperti nyanyian kecil yang terputus-putus. Anin melihat seperti ada yang bergerak-gerak di antara puing-puing kapal sejauh 3 meter di depannya. Dia teriak-teriak kepada seorang awak kapal yang juga berada di perahu tersebut untuk menyinari arah yang ditunjuknya, Kontan, awak kapal yang sedari tadi memegang senter tersebut menyinari arah yang dituju Anin.
Dari arah yang dituju senter tersebut tampak kelihatan secara samar-samar tubuh seorang manusia yang mengambang di permukaan air laut. Walaupun masih terhalangi kabut, Anin yakin itu memang tubuh seorang manusia karena bisa ditandai dari jaket pelampung berwarna orange yang dipakainya. Dan tampaknya dia masih hidup, karena dari dialah sumber suara yang dari tadi mereka dengar itu. Begitu telah dekat dan bisa jelas memandang wajah orang yang mengambang tersebut, Anin terkejut bukan main karena orang tersebut sudah sangat dikenalnya.
“ JOES..!!!”
-_-
Sementara Yudha, Sadie, dan Musa bersama-sama berusaha mencari jejak-jejak sekoci penyelamat yang telah lebih dulu meninggalkan mereka. Setelah beberapa lama mencari mereka menemukan hasil. Dua buah sekoci penyelamat sedang menuju ke arah mereka. Tertulis angka 3 dan 4 pada kedua perahu tersebut. Dan alangkah gembiranya Yudha karena salah satu sekoci tersebut adalah sekoci yang juga membawa istrinya. Sejenak Musa berbincang-bincang dengan awak kapal yang berada di sekoci nomor 4.
Zici yang berada satu sekoci dengan istri Yudha sedari tadi memperhatikan orang-orang yang selamat dengan berenang tersebut. Dia mengenali Yudha karena Steals sedang bersama Yudha sebelum Sekoci Zici meninggalkan kapal. Dia bertanya kepada Yudha dan Sadie perihal keberadaan Steals yang dari tadi bersama mereka. Yudha dan Sadie mengerti siapa Steals yang ditanyakan oleh Zici. Yudha dan terdiam sambil menunduk memandang badan mereka masing-masing yang masih mengapung dalam air laut. Seketika suasana haru menjadi hening kembali karena penumpang yang lain juga mengerti dengan keadaan yang dialami oleh wanita muda bernama Zici tersebut. Bahkan Yudha sempat meminta maaf kepada Zici.
Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara Guntur yang keras. Rintik hujan mulai membasahi mereka perlahan-lahan. Gelombang laut yang awalnya begitu tenang kini seakan-akan mulai bergejolak memisahkan antara yang di perahu dengan yang masih mengapung di laut. Lagi- lagi mereka menghadapi bahaya yang mengancam nyawa...
-_-
Tak jauh juga dari lokasi tenggelamnya kapal feri, tiga sekoci penyelamat tengah terlihat di antara gelombang-gelombang laut yang masih tenang. Di sekeliling sekoci yang bertuliskan angka 1, 2 dan 6 juga terdapat lima sampai sepuluh manusia yang mengapung di dekatnya. Dia antara orang yang mengapung tersebut terdapat Luz, Hardi, dan Yugo. Sementara dalam sekoci nomor 1 terdapat Inar dan Ihun, dalam sekoci nomor 6 nampak Iklima, Andri, dan Lin, dalam sekoci nomor 2 bisa ditemukan Samid. Nampaknya grup inilah yang terdapat lebih banyak manusia yang selamat daripada grup-grup lainnya.
Mereka sempat bergembira karena mengetahui bisa bertemu lagi dengan orang-orang yang dikenalnya, namun kegembiraan mereka diputuskan oleh suara Guntur keras yang menggelegar di langit malam. Kabut belum juga menghilang, bahkan menipis saja tidak. Padahal setelah ini mereka masih akan menghadapi bahaya yang mengancam di depan mata...
-_-
Setelah berjuang mati-matian melawan kekuatan air laut yang menyeretnya lebih ke dalam bersama bangkai kapal feri, steals mengambang di permukaan air laut. Wajahnya menghadap ke atas, sebagian kepala belakangnya tempak timbul tenggelam dalam gelombang air laut. Mukanya menunjukkan kepuasan karena telah lolos dari maut. Apalagi dengan pengalamannya ini dia sudah bisa mengatasi kelemahannya yang sebelumnya, berenang.
Steals masih ingat bagaimana dia menahan napas panjang sebelum ditelan air laut seluruhnya. Dia mencoba untuk tetap sadar dan mencari-cari arah ke permukaan. Tubuhnya berputar-putar dalam laut tersebut dan dia sadar semakin terseret ke bawah sana. Setelah meronta-ronta sebentar untuk mendapatkan keseimbangan tubuhnya dalam air dia segera bisa menemukan arah ke atas permukaan seolah-olah ada yang membimbingnya menuju ke permukaan. Dengan yakin dan mantap dia menggerakkan kakinya perlahan-lahan diselingi dengan gerakan tangannya, pelan tapi pasti udara dalam paru-parunya semakin menipis. Dengan segenap hentakan tenaga yang tersisa di berenang ke atas menuju permukaan dan... Byurrrr...
Dia sadar telah muncul di tempat yang cukup jauh dari lokasi tenggelamnya kapal. Kemungkinan saat dia mencoba untuk berenang ke permukaan tadi dengan sudut 30°.
“Tapi tak apalah... yang penting aku masih bisa bernapas.” Katanya kepada dirinya sendiri.
Selang beberapa saat, dari sebelah kirinya dia melihat sebuah sekoci penyelamat sedang menuju ke arahnya. Steals membersihkan air yang menggenangi kacamatanya, sungguh ajaib mengetahui bahwa dia tidak kehilangan kacamatanya saat bergolak di dalam air tadi. Walaupun masih agak samar karena kabut, dia masih bisa melihat angka yang terdapat pada perahu tersebut, 5..
“Steals..!!”
Tiba-tiba suara seorang gadis memanggil namanya dari perahu yang sekarang hanya berjarak 2 meter darinya. Steals berenang mendekati perahu tersebut dan mencoba mencari tahu siapa yang memanggil namanya karena dia merasa pernah mendengar suara lembut tersebut. Seorang gadis menghampiri steals yang telah merapatkan dirinya di sekoci.
“ Liani..!?, syukurlah kamu tidak apa-apa.” Kata steals setelah mengetahui siapa sosok gadis yang mendekatinya tersebut.
“ Seharusnya kamu yang perlu dikhawatirkan.” Balas Liani agak khawatir melihat keadaan steals yang kulit mukanya berwarna putih pucat. “ Semuanya tolong bantu aku mengangkat temanku..!” pinta Liani kepada orang-orang yang juga berada di atas sekoci itu. Mendengar hal ini, awak kapal keberatan menanggapi permintaan Liyani, tapi belum sempat ingin membuka mulut kata-katanya telah disambar duluan oleh Steals.
“ Tidak.. tidak.. Jangan.. Perahu ini tidak akan muat menampung satu orang lagi. Aku tidak boleh membahayakan keselamatan kalian.” Jawabnya cepat sebelum beberapa orang sudah mau mengangkatnya. Otomatis mereka pun mengurungkan niatnya apalagi setelah pendapat steals disetujui juga oleh awak kapal yang berada di perahu tersebut.
“ Tapi kalau kamu terus-terusan di air, kamu bisa mati kedinginan.... Dan.. dan.. aku tak mau itu terjadi.” Pinta Liani lagi sambil mengusap matanya yang berair.
Steals diam sejenak mengamati teman perempuannya yang sedang berada di atas perahu menatap dirinya dengan perasaan cemas. Dalam hati dia membetulkan juga perkataan Liyani jikalau dirinya kan mati jika terus-terusan berada di air karena hawa dingin yang melanda tubuhnya dari tadi. Sementara Liani tidak tega melihat steals mati di depan matanya dalm keadaan kedinginan dan tidak bisa membantu apa-apa. Dia tak bisa menyembunyikan kesedihannya di hadapan steals yang saat itu kedinginan tidak berdaya.
Steals memahami betul apa yang ada di pikiran Liani saat ini. Dia menggenggam tangan Liyani dengan erat dan menyunggingkan senyum yang penuh kehangatan kepadanya, “ Tenang saja... Aku tidak akan mati semudah ini.. Allah selalu bersamaku... bersama kita semua... hehehe...”
Orang-orang yang turut menyaksikan adegan dramatis tersebut larut dalam suasana haru dan kesedihan. Liani tidak kuasa menahan air matanya, parasnya yang elok dipenuhi guratan kesedihan yang tiada tara. Setetes air menetes ke tangan Steals yang menggengam tangan Liyani, dan terus berjatuhan seakan tiada henti. Tetesan tersebut tidak sepenuhnya merupakan air mata Liani, hujan deras telah turun di sekitar mereka, sesekali kilatan dan suara halilintar memekakkan telinga, gelombang laut semakin mengganas.
“ Badai....” kata awak kapal tertahan. “ Semuanya tolong berpegangan erat pada perahu, seimbangkan perahu. Bagi yang kuat menggunakan dayung harap membantu saya.” Lanjutnya tangkas.
Segera penumpang lain yang tidak semuanya wanita dan anak-anak menuruti semua perkataan awak kapal karena hanya dialah yang saat ini paling berpengalaman dalam masalah ini. Steals yang sadar kalau dia hanya akan menjadi beban bagi mereka melepaskan pegangannya pada Liyani dan dengan satu hentakan keras kakinya pada badan perahu, dia perlahan menjauhi perahu dengan wajah masih menghadap ke arah perahu tersebut, ke arah Lianin. Hanya satu kata yang sempat dia katakan sambil tersenyum kepada Liani sebelum menghilang di balik kabut, “ sampai jumpa...”
-_-
Malam itu badai terus menggila dan mengganas. Menghancurkan siapa saja yang terperangkap di dalamnya tanpa ada belas kasihan. Tidak diketahui apakah penumpang yang telah selamat sebelumnya dapat selamat lagi dari amukan badai ini. Semua hal di kawasan ini masih diliputi misteri dan akan terus bertambah tanpa pernah dapat dipecahkan oleh akal manusia. Karena hanya Tuhan yang memiliki segala ilmu di langit dan di bumi, Tuhan yang satu, yang telah menuliskan setiap takdir manusia dalam sebuah kitab.. Lauhul Mahfudz. Mereka dipisahkan oleh takdir dan mereka akan kembali dipersatukan oleh takdir.
Namun satu hal yang pasti. Tragedi misterius yang terjadi tiga bulan lalu di kawasan selat Bali telah terulang kembali. Tidak bisa dipungkiri lagi, pemerintah tidak bisa menyembunyikan hal ini lebih lama lagi dari masyarakat. Dan tragedi ini menjadi bencana nasional yang melanda negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar