Bisnis Online Terhemat

 

pasang iklan

Minggu, 23 Januari 2011

Hakekat Keragaman dan Kesetaraan

Tidak ada satu masyarakat pun di dunia ini yang tidak heterogen, karena di antara individu-individu yang menjadi warganya selalu ada perbedaan. Sedikitnya kita harus mengakui adanya perbedaan gender dan usia sebagai sesuatu yang given atau sudah ada dari sejak kita lahir. Kemudian, melalui proses konstruksi sosial-budaya di dalam masyarakat, setiap individu juga bisa dibedakan atas dasar ras, etnis, agama, pekerjaan, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa setiap manusia tidak mempunyai kesamaan, paling tidak konsep dan pemahaman tentang ‘kemanusiaan’ itu sendiri merupakan suatu kesamaan yang universal bagi setiap individu di dalam masyarakat mana pun.

Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society), yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas lebih dari 500 suku bangsa yang dipersatukan oleh sebuah sistem nasional sebagai bangsa dalam wadah sebuah negara kesatuan.

Keragaman adalah hakikat dari jati diri keindonesiaan kita. Dengan kata lain, Indonesia tidak pernah ada tanpa kebinekaan itu. Keragaman etnis adalah suatu fakta yang tidak bisa dibantah. Keberagaman ini diwakili banyak wajah, baik itu etnis, sejarah, budaya, pemikiran keagamaan dan lain-lain Untuk itu, ideologi masyarakat majemuk yang menekankan pada keanekaragaman suku bangsa harus digeser menjadi ideologi keanekaragaman kebudayaan atau ideologi multikulturalisme. Dalam ideologi ini, kelompok-kelompok budaya tersebut berada dalam kesetaraan derajat, seperti yang diberlakukan dalam masyarakat-masyarakat Amerika dan Eropa Barat. Ideologi yang harus ditekankan adalah keanekaragaman kebudayaan. Implikasinya, konflik dalam keragaman tidak bermaksud saling meniadakan/menghancurkan, melainkan keniscayaan yang mesti disikapi bijaksana dengan saling menghargai.

Rakyat Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam kesehariannya. Kemajemukan bangsa tidak mengurangi rasa untuk salaing menghormati keragaman yang terjadi di Indonesia. Semua umat manusia menuju satu cita-cita bersama kesatuan kemanusiaan (unity of humankind) tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan dan agama. Karena umat manusia khususnya di Indonesia tak ubahnya waktu, keduanya maju tak tertahankan. Dan sama seperti tak ada jam tertentu yang mendapat kedudukan khusus, begitu pula tak ada satu pun orang, kelompok, atau bangsa mana pun yang dapat membanggakan diri sebagai diistimewakan Tuhan.

Pesan kesatuan ini juga disinyalir Alquran: "Hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berkelompok-kelompok dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling memahami dan saling menghargai. Sesungguhnya orang yang paling bermartabat di sisi Allah adalah mereka yang paling dapat memahami dan menghargai perbedaan di antara kamu" (al-Hujurat 49:13).

Ayat di atas setidaknya mengandung tiga prinsip utama. Pertama, prinsip plural as usual. Yakni, kepercayaan dan praktik kehidupan bersama yang menandaskan kemajemukan sebagai hal lumrah. Kepelbagaian cara berpikir dan cara bertindak umat manusia selalu dan selamanya terus eksis. Keberbedaan selalu saja hadir memberi nuansa dan spektrum kehidupan, dinamis dan dialektis.

Kedua, prinsip equals as usual. Inilah kesadaran baru mengenai realitas dunia yang plural. Kesadaran ini menandai keragaman sebagai taken for granted dalam kerangka kerja teologi pluralis. Teologi ini menghargai sistem keimanan agama atau kebudayaan lain, menghargai absolutisme dengan mengetahui batas-batasnya, sehingga tetap memberi ruang bagi absolutisme agama lain.

Ketiga, prinsip sahaja dalam keragaman (modesty in diversity). Bersikap dewasa dalam merespons keragaman. Moderat dalam kearifan berpikir dan bertindak. Jauh dari fanatisme yang sering melegitimasi penggunaan instrumen kekerasan untuk mencapai tujuan apapun. Dan mendialogkan berbagai pandangan keagamaan dan kultural tanpa diiringi tindak pemaksaan.

Untuk mewujudkan persamaan dan keadilan yang maksimal, dituntut empat syarat konsensus demokrasi, yaitu kesetaraan (equality), keterbukaan (openness), imparsialitas, dan bebas paksaan (without coercion). Kesetaraan warga dan hak budaya komuniti adalah unsur-unsur mendasar yang ada dalam prinsip demokrasi, yang menekankan pentingnya hak individu dan kesetaraan individu atau warga, dan toleransi terhadap perbedaan dan keanekaragaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar